Jumat, 09 Januari 2015

Solar Indorase Aceh

The Light Of My Life - Solar Idocrase From Aceh



Di ujung barat wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ada satu propinsi yang sangat terkenal dengan nuansa religi, dan keindahan alamnya, disamping tanahnya yang sangat subur menjadikan pertanian dan perkebunan yang ada di sana benar-benar memberikan manfaat lebih, ya..itulah Nanggro Aceh Darussalam Bumi Serambi Mekah. Memiliki potensi kekayaan alam khususnya batu mulia yang sangat fenomenal, bagaimana tidak diawal tahun 2014 yang lalu tepatnya akhir bulan Januari, satu varian baru jenis batu telah diperkenalkan ke publik dengan nama Lumut Aceh dan belum hilang kekaguman akan keindahan batu lumut aceh, dibulan Agustus ini bertepatan dengan HUT RI ke 69, gemslover dihebohkan kembali oleh batu Aceh dengan satu varian terbaru berjenis batu Idocrase dengan nama “ Solar Aceh “.

Penamaan “ Solar Aceh “ ini diambil karena varian ini memiliki warna yang menyerupai warna mirip minyak solar bahan bakar diesel, karena warnanya yang menarik dan sepadan dengan warna minyak solar akhirnya oleh para seniman batu di Tanah Rencong ini menamainya ‘ Solar Aceh. Batu yang pertamakali ditemukan dialiran sungai desa Ketambang dan desa Pecet kecamatan Pantai Cermin inilah masyarakat desa menyebutnya dengan “ Solar Aceh “.

Batu dengan sebaran lokasi penemuan banyak ditemukan di wilayah kecamatan Pantai Cermin masuk dalam Zona Kabupaten Aceh Barat yang kota Kabupatennya berpusat di Meulaboh. Sejauh ini masyarakat setempat masih sangat tradisional dalam pencarian batu-batu yang berbentuk bongkahan itu. Rata-rata mereka menggunakan media sungai tersebut sebagai salah satu jalan untuk transportasi, dengan cara memakai ban dalam bekas roda truk besar ataupun bekas ban dalam roda eskavator. Ini karena medannya yang tidak memungkinkan untuk dilalui kendaraan bermotor, sehingga dengan transportasi inilah para petani batu di Kecamatan Pantai Cermin ini melakukan aktifitasnya.

Di sepanjang sungai yang wilayahnya di pinggiran hutan ini biasanya untuk mendapatkan bahan batu “ Solar Aceh “ masyarakat mencarinya didalam dasar sungai dan ada sebagian di lebah yang terjal dan curam, dimensi batu yang ditemukanpun bervariasi, bongkahan yang paling besar ditemukan sekitar 800 kg, dan itu tidak semua mempunyai warna yang sama, ini karena keberadaan batu itu posisinya ada yang tertanam ditanah dan sebagian dipermukaan air sungai. Dari posisi seperti inilah warna batu yang ada tidak sama. Pada dasarnya batu ‘ Solar Aceh’ masih satu jenis dengan warna batu ‘ Lumut Belimbing ‘ namun ada 2 warna yang mendominasi varian ini, yaitu warna coklat dan kuning. Secara visual batu “ Solar Aceh “ ini akan menampilkan warna hijau, coklat, dan kuning yang menjadi satu, disinilah keistimewaan batu varian baru ini.

Dengan kombinasi warna yang dipunyai batu ini kelihatan sangat berkarakter yang rata-rata mempunyai fenomena ‘ Luster ‘ atau giwang air dalam bahasa penduduk setempat. Namun untuk mendapatkan barang dengan kualitas bagus ternyata tidak mudah, untuk mendapatkan kualitas super persentasenya dalam setiap bongkahan 20 berbanding 80 persen, artinya kemungkinan besar mendapatkan kualitas rendah akan lebih tinggi dibandingkan mendapatkan kualitas sempurna.

Tekstur batu jenis idocrase ini cukup keras, dengan detector diamond selector angka rata-rata 7 skala mohs, sehingga dalam pengerjaan batu jenis ‘ Solar Aceh ‘ ini harus sangat hati-hati serta perlu ketrampilan yang khusus untuk bisa membaca arah serat batu itu, apabila pengerjaannya tidak hati-hati kemungkinan retak atau pecah itu menjadi resiko tersendiri.

Kebanyakan para pengrajin di sini menggunakan penjepit dari bambu untuk digunakan membantu proses pengosokan setelah bahan-bahan yang didapat sudah dipotong dan dibentuk, untuk proses pengerjaannya tergolong tidak membutuhkan waktu yang lama, 15 menit sejak pemotongan sebuah bahan batu cincin selesai sampai proses finishing. Untuk hasil pembentukan rata-rata yang lazim dipakai adalah bentuk cabochon atau setengah lingkaran, pola ini dipakai agar bentuk batu cincin nantinya kelihatan kekar tapi punya keanggunan.

Untuk penamaanya sendiri, batu ‘ Solar Aceh ‘ di kategorikan menjadi tiga nama, pertama yang dinamakan ‘ Solar ‘ jenis ini akan menampilkan warna coklat persis seperti warna minyak solar yang biasa di pakai bahan bakar mesin diesel. Kedua adalah ‘ Bio Solar ‘ varian ini memiliki ciri-ciri warna coklat kehijauan dengan fenomena luster atau klep air berwarna kekuningan dimana jenis ini yang memiliki harga tinggi tergantung kualitas dan ukurannya. Kemudian yang ketiga dinamakan ‘ Cincau ‘ varian jenis ini akan menonjolkan warna hijau kekuningan, sehingga secara visual kelihatan warna cerah, tetapi ada lagi yang dominan hijau tua untuk jenis ‘Cincau ‘ ini.

Penamaan batu varian baru ini tentunya menjadi bukti kreatiftas dan bukti akan keaneka ragaman jenis-jenis batu dari Kabupaten Aceh Barat Propinsi Nanggro Aceh Darrusalam seakan tidak pernah kehabisan kekayaan alam akan potensi-potensi batu mulia, sungai-sungai yang mengalir sepanjang tempat di Bumi Serambi Mekah ini seolah bagaikan Singasana Sang Idocrase, tak salah apabila ‘ Lumut Hijau Di Ujung Barat Indonesia ini ‘ menjadi raja baru di dunia perbatuan asli Indonesia.

Rough "Solar Aceh"

Pada dasarnya bahan-bahan batu Solar Aceh adalah varian jenis lumut belimbing, akan tetapi warna yang memang berbeda didalam satu bongkahan inilah yang membuat warna kecoklatan itu identik dengan warna solar, ini bisa terjadi karena posisi didalam air itu tertanam didalam tanah dan ini yang membuat warna varian batu jenis Lumut Belimbing ini berbeda. Pada kenyataanya memang dalam satu bongkahan bahan Solar Aceh ini punya warna berbeda biasannya ada 4 warna yang kita temukan, hijau, coklat, kuning, dan warna hijau cincau.

Untuk besarnya bahan Solar Aceh yang saat ini ditemukahan bongkahan paling besar sekitar 800 kg, dan itupun belum tentu bagus semua, untuk mendapatkan bahan batu Solar Aceh pada kenyataannya ada dua tempat yaitu di dasaran sungai dan di Gunung atau tanah, namun bicara tentang kualitas untuk jenis ini, yang di dalam air lah berpotensi memiliki kekristalan sempurna. Mengenai fenomena luster atau klep air posisi dalam air namun terkena sinar matahari langsung itu yang memungkinkan adanya luster sempurna.

Jadi dalam menentukan bahan batu Solar Aceh harus jeli
dan teliti, varian idocrase ini memang memiliki potensi mudah retak saat sebelum diproses, jadi memang harus hati-hati dalam mengerjakannya. Media gosokpun harus diperhatikan dalam prosesnya media air selalu di perlukan guna meredam gesekan panas dan menghindari adanya pecah. Varian Batu Solar Aceh memang menjadi warna baru dibelantika perbatuan nasional, dari bahan yang ukuran dan bentuk alamnya bervariasi juga bisa dijadikan parameter akan kualitas dari Newcomer batu Solar Aceh.
Hadirnya batu Solar Aceh untuk Indonesia semakin menambah perbendaharaan warna-warni kekayaan batu mulia asli Indonesia dan diharapkan mampu bersaing dengan pendahulunnya sang Lumut Aceh yang sekarang sudah mendunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar