Jumat, 09 Januari 2015

THE RISING STAR KING FROM KELADEN RIVER

King Keladen & Queen Ndasar Chalcedony

Penulisan JURNAL sesuai dengan Saran dari Suhu Nugroho Gemologist (SKYLAB) saat bertemu dan membicarakan mengenai Batuan Nusantara di Tamini Square dengan membawa contoh Specimen Yellow Chalcedony Pacitan. Dalam pembicaraan tersebut juga membicarakan mengenai promosi Batuan Lokal yang akhirnya dikenal dengan Kampanye Precious Indonesia (Permata Indonesia).

Penemuannya bila ditelusuri sekitar 10 Tahun yang lalu informasi dari seorang pengasah batu terkenal Suparjo di Donorojo dan penelusuran dari Widat Misgiyanto (Misgi Man) dan seorang Kolektor Batu Pak Purwadi di Pacitan.

Specimen ini diketemukan oleh Mbah Paiman Timbul yaitu salah seorang pelaku dan tokoh batuan senior di Donorojo, Pacitan, Jawa Timur. Namun penamaannya King Keladen dan Queen Ndasar bagi specimen lokal Yellow Chalcedony dan beberapa varian Chalcedony yang ditambang dari Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur, Indonesia ialah datang dari keinginan saya ingin menyelami dan berupaya memberikan perspektif yang sedikit ilmiah atau terstruktur.

Hal ini bermula pada saat April 2013, datang ke Pacitan dalam liburan bulan madu saya bertemu dengan Widat Misgiyanto (Misgi Man) dan diberikan sebuah sample specimen yang ditambang dari Bukit Ndasar Pacitan. Namun dalam pertemuan itu Widat salah menginformasikan temuan tersebut dan menyebut batu yang diberikan berasal dari Sungai Keladen. Sungai Keladen sendiri mengalir melintasi 5 wilayah di Punung Pacitan.

Widat mengatakan pada perkembangan sebelumnya duniabatuan Pacitan hanya menyebut specimen Chalcedony dengan nama Siwalan (Kolang-Kaling) dan ini membuat material ini kurang dihargai di Lokal. Padahal Konsumen luar negeri memburu Siwalan Kualitas tinggi dan berani membayar mahal. Untuk Siwalan Kuning ini belum dilepas ke pasaran masih di protect oleh Komunitas Batuan Pacitan, dan material ini simpanan 10 tahun yang lalu hanya diketemukan 1 bongkah kecil.

Bahkan harga yang murah dan ketidaktahuan pasar dalam menghargai jenis batu ini membuat Eksploitasinya dilakukan secara tidak bermartabat dan membabi-buta. Dalam eksploitasi besar-besaran di jaman dahulu, kini akhirnya sampai pada hasil habisnya cadangan deposit di Pacitan.

Hal ini bisa diketahui, bahwa para perajin Lokal hingga sampai mengais-ngais kembali timbunan sampah sisa-sisa pemotongan dahulu. Kalaupun ada di alamnya sendiri, sangatlah sukar untuk menemukan bahan sebesar jempol tangan.

Adapun bila ada ialah simpanan para tokoh batu yang sudah menimbunnya selama 10 tahun sebelumnya. Bahkan ada variant warna masuk ke golongan “sangat-sangat langka”. Jatuh cinta dengan pemberian kenang-kenangan dari Widat berupa batu Light Yellow Chalcedony dari Bukit Ndasar, saya mengharapkan bisa memiliki lebih banyak batuan tersebut untuk diperkenalkan ke dunia gems lokal khususnya dan internasional umumnya. Adapun specimen yang didapatkan pertama kali memiliki warna yang muda dan bias sinar yang lembut, namun inklusi dalamnya menunjukkan serat yang kasar. Belakangan ciri serat seperti itu diketahui dengan nama fenomena “punggung/cangkang kura-kura”.

Berbekal contoh batuan tersebut, saya menemui tokoh senior batuan Pacitan Mbah Paiman Timbul di Donorojo. Saat menunjukkan contoh specimen tersebut saya mengatakan ingin memperkenalkan jenis specimen ini dan berjanji ingin menyematkan nama khusus pada batuan Pacitan ini dan menghidupkan kembali dunia batu Pacitan yang sedang lesu. Mbah Timbul menyambut baik dan mengamanahkan mengeluarkan material simpanannya Yellow Chalcedony selama 10 tahun yang lalu yaitu batu yang didapatnya dari Sungai Keladen yang tidak pernah diketahui beredar secara luas. Bisa dikatakan penemunya ialah Mbah Paiman Timbul dikarenakan batu yang saya peroleh dari Widat dan informasi dari Suparjo dan Purwadi berbeda dengan material simpanan Mbah Paiman Timbul. Untuk penamaannya Mbah Paiman Timbul menyerahkan kepada saya untuk menamai material simpanannya tersebut.

Dahulu 10 tahun sebelumnya ada pengalaman menarik yang diceritakan Widat , dan kemudian ditelusuri dengan pengumpulan informasi dari Arif Putro Lawu juga. Bahwa specimen ini pernah terjual dengan harga 8 juta rupiah di Kalimantan. Bahkan adaa sample yang dimiliki Arif dibawa ke Kalimantan dan dikenakan oleh para penambang emas disana. Batu yang berwarna keemasan ini dianggap memiliki energi atau aura hoki (keberuntungan) yang terkenal. Para penambang emas mengatakan jika tidak mengenakan batu ini hasil perburuan emas mereka sering tidak menemui hasil, namun berbeda dengan saat mengenakan, hasil pendulangan emas tradisional mereka bisa mendapat-kan emas seberat 22 gram per hari.

Bahkan informasi dari Arif menyebutkan pernah ada pengusaha Malaysia yang menginginkan batu ini dan berniat menukarkan 1 truknya namun penambang emas yang memilikinya menolak, karena batuan ini dianggap sebagai kecintaannya, hoki dan lekat dengan profesinya yang berhubungan dengan Emas. Ada kebingungan yang terjadi dalam membedakan ciri batuan yang ditambang dari bukit dan sungai. Setelah dibawa ke Jakarta, saya menemui beberapa Lab, dan berusaha mencari perbedaannya. Kemudian didapatkan analisis dari Ridwan assistant Benny Hoo dari BIG Lab Jakarta Gems Center

 Rawabening menyebut bahwa yang dari Bukit serat atau inklusinya lebih kasar dari serat yang ditambang dari Sungai. Kemudian Ridwan membeli 5 buah sample dan mengirim 2 buah ke cabang BIG di Surabaya, 1 untuk di cabang Rawabening dan 1 untuk di cabang Gajah Mada Plaza. 1 buah dikirim ke Singapura, kemudian Kantor Pusat BIG Singapura memutus-kan untuk mengirim ke Jepang untuk diperiksa lebih lanjut.

Hasil pemeriksaan di Jepang, Specimen King Keladen murni Chalcedony dan untuk warna tidak terdapat irradiation. Namun untuk warna “CAN NOT DETERMINE” (tidak dapat ditentukan). Entah mengapa keluar catatan seperti ini. Sehingga dalam pemeriksaannya nanti di BIG bila disertifikatkan/di memo akan keluar catatan *Color can not determine. Sementara Nugroho Gemologist dari SKY Lab, menyebut: “Origin Chalcedony (Keladen) yang ditambang dari Pacitan terbagi menjadi 2 buah sumber, tambang di Bukit sebagai tambang Primer dan tambang di Sungai sebagai tambang Sekunder.“ Bagi Om Nugroho pendiri SKY Lab di Tamini Square, serat yang dari Sungai Lebih bagus, karena sudah bersentuhan dengan Material lain yang terkandung di Sungai sehingga lebih kaya Mineral. Pada kenyataannya sumber primer dan sekunder samasama langkanya, banyak yang salah mengira dan menggolongkan Queen Ndasar sebagai King Keladen dan penggolongan warnanya.

INSPIRASI:
Pengambilan nama KING (Raja) saya ambil dari Raja Majapahit BHRE Kertabumi Wijaya, ayahanda dari Pangeran Buwono Keling Pendiri kota Pacitan. Sementara pengambilan nama QUEEN (Ratu) saya ambil dari Mitos / Legenda Kanjeng Ratu Kidul yang akrab di Pesisir Laut Selatan Jawa yang melekat di kehidupan sehari-hari masyarakat Pacitan. Pengambilan nama PRINCE (Pangeran) saya ambil dari Pangeran Buwono Keling pendiri Kota Pacitan, yang melarikan diri dari kejaran pasukan Demak saat Majapahit runtuh. Membuka wilayah Hutan Pacitan menjadi sebuah pemukiman untuk ditinggali. Pengambilan nama PRINCESS (Putri) berasal dari keindahan warna putih, yang mengingatkan saya kepada Putri Salju(Snow White).

Ciri Chalcedony Pacitan secara umum memiliki 3 ciri (dan 1 tambahan ciri khusus untuk Yellow Chalcedony dengan warna Golden Supreme). Baik ciri itu dimiliki masing-masing 1, bisa ada 2 dan bisa 3. Misalnya ketiga ciri itu:

1. Motif Punggung Kura-Kura.
2. Klep Seperti Moonstone (main klepnya)
3. Klep seperti Cat's Eye (ini berupa klep Garis memanjang,
ada yang penuh, ada yang tidak penuh dari ujung vertikal ke ujung lainnya).
4. Banyak yang belum mengerti Ciri Keladen yang ke Empat (khusus Golden Supreme): Keladen memiliki kemampuan menyerap sinar yang baik, hingga susunan lapisan-nya mampu terlihat dengan jelas,dikarenakan reaksi dalam menyerap sinar yang baik ini, maka Keladen memiliki perubahan warna yang drastis, tergantung dari Intensitas Cahaya yang masuk, sehingga seakan-akan menimbulkan Bi-Colour atau Tri Colour Change (ini dikonfirmasi oleh yang membeli King Keladen Chalcedony – Golden Supreme berdasarkan percakapan telepon, sms, bbm, inbox facebook).

Sekilas dari Foto sangat mirip dengan ciri-ciri yang dimiliki Anggur (Chalcedony) dari Baturaja. Ciri Khusus Deposit Chalcedony Pacitan ialah warnanya lebih lembut, jernih dan tingkat kekristalannya mampu menyerap cahaya yang banyak. Mungkin ada beberapa kesamaan bila dari kedua deposit ini disejajarkan. Saya sendiri tidak menguasai Batuan dari Baturaja dan kemungkinan pendapat subyektif saya bisa salah.
Deposit rata-rata Chalcedony Pacitan dikuasai warna Semu dan yang langka ialah Semu keemasan yang kuat pendaran bias sinarnya, yang saya sebut – Golden Supreme (Emas Tertinggi/Terbaik).

KLASIFIKASI Warna, saya membagi tingkatan warna sebagai berikut:

1. Golden Supreme (Emas Tertinggi/Terbaik) untuk warna yang Keemasan (Yellow Chalcedony)

2. Supreme Sunrise (Sinar Mentari Pagi Terbaik) untuk warna Kuning Muda (Light Yellow Chalcedony)

3 . Snow White ( Putih Salju/Putri Salju) untuk warna Putih (White Chalcedony) bila berasal dari bukit akan disebut Princess Ndasar Chalcedony – Snow White bila dari sungai akan disebut Princess Keladen Chalcedony Snow White.

4. Prince (Pangeran/Calon Raja) untuk warna-warna lainnya yang semu Kehijauan, Pink, Abu-Abu, Kuning atau semulainnya , saat disenter/dikenai sinar baru berubah kuning muda. dan lainnya dimasukkan dalam pengklasifikasian warna dengan sebutan bakal Calon Raja yaitu Prince (Pangeran). Kemudian diikuti asal tambang dari bukit Prince Ndasar dan dari sungai Prince Keladen. Warna Hijau Pacitan yang legendaris berusaha dicari kembali oleh Arif Putro Lawu. Pada kenyataannya yang dimaksud Hijau Pacitan (semu Kehijauan) yang dimiliki oleh Arif dan Pambalah Batung Jogja (Subianor) saya masukkan dalam klasifikasi Prince. Baik yang Prince Ndasar maupun Prince Keladen. Walaupun demikian material Prince tersebut sesungguhnya juga masuk kategori langka. Dikarenakan material Hijau Pacitan sudah habis dikarenakan eksploitasi besar-besaran di masa lalu dan biasanya jatuh ke tangan para Kolektor Elit Batuan Nusantara.

5. Red Baron (Bangsawan Merah) untuk warna Merah Keemasan (Golden Reddish). Penyebutan Red Baron sendiri berasal dari diskusi saya dengan Denny Dwi Kristianto (Watu-Watu Pacitan) dia yang menemukan variant Chalcedony sangat kristal dan sangat menarik sekali, hasil pencariannya dia turun naik mengitari selama 3 hari di Bukit Ndasar. Maka dari perbincangan tersebut Denny meminta saya memberikan nama klasifikasi warna baru. Disepakati penamaan yang mewakili warna yang Keemasan namun condong ke Keemasan Merah atau Red Baron (Golden Reddish). Warna ini sangat berbeda sekali dengan yang beredar di pasaran, di pasaran warna Chalcedony-nya lebih ke warna Cempaka atau Kenanga dan sepengetahuan saya dan Deny, Chalcedony yang berwarna Red Baron belum ada yang representatif di pasaran seperti penggolongan saya dan Denny.

6. Supreme Sunset (Matahari Terbenam Terbaik) untuk variant Orange Chalcedony. Penyebutan warna atau klasifikasi warna baru ditambahkan saya ialah Supreme Sunset (Matahari Terbenam Terbaik) saat diminta menamai oleh Kang Arwan Batuakik yang mendapat batuan dari Bukit Ndasar dari penemunya Sisok di Donorojo.

7 . Golden Kunir ( Emas Kunir / Kunyit ) penambahan penyebutan oleh Kang Arwan Batuakik untuk Yellow Chalcedony yang warna kuningnya tidak Keemasan atau bukan Kuningnya seperti warna Kunir/Kunyit. Ini untuk pasar Malaysia.

8. Picis Tomato (Tomat Picis) juga disematkan Kang Arwan Batuakik sebagai penghargaan kepada saya untuk menyebut Orangy Yellow Chalcedony. Penamaan batuan ini untuk pasar ekspor ke luar negeri, khususnya Thailand dan Malaysia.

MERAMBAH MANCANEGARA

Adapun yang memperkenalkan Specimen Pacitan Keladen dan Ndasar ke dunia Internasional, seperti Malaysia, Singapura, Perancis, Amerika dan Taiwan serta lainnya ialah Kang Arwan Batuakik dan rekan-rekan lainnya di Solo. Saya berterimakasih, bahkan dalam penjualannya di Thailand, Supreme Sunset dan Red Baron (warna yang diterima pasar) dinamai dengan King Picis Tomato, mengambil dari nama panggilan saya. Untuk pasar Singapura disukai warna Supreme Sunrise, untuk pasar Malaysia disukai warna Golden Kunir dan Red Baron, untuk Pasar Thailand disukai Picis Tomato, untuk Perancis disukai Snow White dan RedBaron. 

Pada awalnya banyak tentangan dan kendala yang menghadang, khususnya dari para pemain batu lama di dunia batuan Indonesia terhadap usaha dan upaya saya memperkenalkan batuan Pacitan serta memberikan Nama dan Klasifikasi sendiri. Akhirnya, banyak yang bersimpati dan mendukung perjuangan saya. Seiring waktu, gerakan melawan arus tersebut mendapatkan simpatisan satu-persatu dan akhirnya bisa diterima secara luas. Bahkan hingga luar negeri. Juga keinginan saya berikutnya ialah mengangkat batuan Nusa Tenggara Timur.

HARGA PASARAN
Harga batuan pacitan beragam. Di pasaran Internasional untuk harga grosir (pembelian banyak) minimal 50-100-200 batu per order harga antara Rp.1.250.000 - Rp.1.500.000. Ini harga ke Reseller luar negeri, dengan artian akan dijual lebih mahal lagi ke tangan pembeli di luar. Untuk pasaran dalam negeri, ada kesukaan saya, yang menjadi pakaian sehari-hari dikarenakan suka, saya bandroll Rp.77.000.000. Pengalaman lain banyak yang terjual 5 juta, 7,5 juta hingga 10 juta-an, terjual di Solo dan Jogja.

Sumber: Eko Suryo Putro, S.Ip. (Mas Picis Rojobrono)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar